Bur Gayo, I come
September 08, 2016Kali ini saatnya siap-siap untuk mencentang salah satu MyBucketList di tahun 2016. Ya, Gayo menjadi salah satu daftar yang harus Ku kunjungi tahun ini. Pesona Gayo sudah tak tertahankan lagi. Belum lagi melihat orang-orang mengexplore keindahan tanah Gayo yang bikin iri. Terutama teman-teman aku yang sengaja post di Instagram dan ngetag aku. Haaaaa, irinya sungguh luar biasa. Ingin rasanya memecahkan kepala mereka (anak Medan bilang, hehe).
Tetapi tenang aja, kepala teman-teman aku masih aman kok gan. Soalnya aku akan berjumpa dengan si Gayo.
Sebelumnya agan/sis udah tau kan Gayo. Yaelah,,,masa gak tau. Pecinta kopi pasti tau Gayo kan. Kopi Gayo yang diakui dunia loh kenikmatannya. Belum tau juga? Gimana kalau Tari Saman yang sudah menjadi Warisan Budaya Dunia. Saman Aceh itu berasal dari Gayo loh.
Kok ada kata Aceh dan Gayo ya, pasti agan/sis bingung. Gayo itu merupakan salah satu suku yang ada di Aceh tepatnya di Aceh Tengah. Kabupaten Bener Meriah, Takengon, dan Gayo Lues adalah tiga kabupaten yang dikatakan Gayo atau bersuku Gayo.
Sebelum menceritakan destinasi mengagumkan di Gayo, aku cerita dikit dulu deh tentang perjalanan menuju ke Gayo nya. Titik awal aku berangkat bukan dari Banda Aceh loh, tetapi kebetulan aku lagi ada urusan kuliah di Aceh Timur (sekitar 9 jam dari kota Banda Aceh). Sebelumnya aku tidak pernah ke Gayo, jadi traveling kali ini bergantung kepada Om Google Maps sebagai guardnya. Pas tanya sama om Google eh jaraknya ternyata 246 km dari Aceh Timur. Tetapi itu tidak masalah, apa sih yang gak buatmu Gayo. Hehe.
Dari Aceh Timur aku berangkat pukul 11 pagi dengan mengendarai motor (Yup, traveling kali ini juga bersama si Merah kesayangan). Dengan memakai perlengkapan ala anak moge (hehe, biar kedengaran keren), dan tak lupa memakai headset dan setel lagu favorit. Setelah melewati kabupaten Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Utara lagi dan terakhir Bireun, akhirnya nampak juga tu penunjuk jalan bertuliskan Takengon. Maklum saja, karna Takengon adalah tempatnya si Danau Laut Tawar tempat wisata yang terkenal di Gayo.
Si Merah semakin bersemangat, kecepatannya melebihi 100 km/jam saking semangatnya. Tetapi kok gak sampai-sampai juga, malah jalannya semakin berkelok-kelok dan menanjak. Dikiri kanan jalan semakin sepi dan hanya ada satu dua rumah yang ada dengan jarak berjauhan dan semakin lama tidak terlihat rumah sama sekali. Jalannya ngeri-ngeri sedap gan, selama perjalanan kita akan disuguhkan pemandangan alam yang asri dan luar biasa. Sejauh mata memandang hanya terlihat bukit/gunung yang mengelilingi, aku merasa bahwa daerah ini mah gak dibutuhkan lagi gerakan-gerakan/suara-suara Go Green (kebetulan aku relawan penggerak Go Green,hehe) sebab disekelilingi mata memandang mah green semua.
Akhirnya aku sampai juga batinku lirih, sebab aku mulai memasuki gerbang yang bertuliskan Selamat Datang di Bener Meriah dan tak lupa ada pos penjagaan di samping gerbang itu. Walaupun sebenarnya gue sempat deg-degan, kirain polisi yang lagi ada razia. Aku mulai bersemangat ni mengendarai si merah, dan beberapa bangunan sekolah, kantor pemerinatahan dan rumah sakit juga bertuliskan kabupaten Bener Meriah, aku semakin penasaran ni dimana ya tu si Danau Lot Tawar. Pastinya di Takengon, tapi aku gak tau apa Takengon masih jauh lagi atau sudah dekat.
Saat santai-santainya melihat perumahan masyarakat yang rata-rata semi permanen tiba-tiba hujan turun dan begitu lebat. Padahal cuaca sebelumnya sangat panas, mau-mau tidak mau aku harus berteduh. Untungnya aku telah persiapin mantel hujan karena dapat info dari kawan-kawan yang asli Takengon bahwa diTanah Gayo sering hujan soalnya disana pegunungan. Rupanya betul adanya.
Setelah sekitar setengah jam dari Bener Meriah akhirnya aku memasuki kawasan kabupaten Takengon yang ditandai dengan palang penunjung arah.
Wahhhh, aku berhenti dan memarkirkan motor. Aku tak tau apa nama tempat ini, mungkin ada nama tetapi ini sungguh pemandangan yang luar biasa. Dari atas sini kelihatan seluruh perumahan yang ada di Takengon. Dan tak lupa pemandangan Danau Lot Tawar sendiri. Amazing..
Aku semakin bersemangat untuk menuruni jalan dan langsung kesana dan ingin rasanya menceburkan diri di Danau Lot Tawar. Setelah sampai ditengah-tengah kota Takengon, aku merasakan suasana yang berbeda dengan masyarakat Aceh pada umumnya. Orang-orang asli bersuku Gayo ternyata lebih dominan berkulit gelap/hitam (hitam manis kata emak-emak) walaupun disini cuacanya dingin. Prediksi aku sih orang-orang sini bakalan memiliki kulit yang bening-bening(putih) kayak orang Lamno (salah satu daerah di Aceh Jaya, katanya keturunan portugis) gitu.
0 comments