Belajar Jadi "Anak Gaul"

October 21, 2016

Ilustrasi: Clapper Movie Cafe

Istilah anak gaul/anak keren merupakan istilah yang buat untuk menggambarkan dunia pergaulan anak muda. Akan disebut sebagai anak gaul apabila dia telah mengunjungi tempat-tempat keren untuk dijadikan background selfie-nya. Anak muda yang mampu mengunjungi tempat-tempat keren tersebut akan dilebel sebagai anak gaul. Tentu saja hal ini tak lepas dari dampak sosial media (Intagram, Twitter, Facebook, dan lainnya) yang menjadi ajang berburu share foto-foto keren. Dominasi anak muda disetiap tempat-tempat keren untuk sekadar nangkring seperti cafe, resto dan lainnya dijadikan pangsa lapak. Tak jarang anak muda nangkring berjam-jam di cafe, resto atau yang lainnya. Belum lagi kalau ada fasilitas free wifi di angkringan tersebut, bisa-bisa dia lupa untuk pulang kerumah.
Jadi, pertanyaan yang muncul adalah siapa sih anak gaul disini? Pastinya anak muda. Tapi kan anak muda punya latar belakang yang beragam. OK, saya akan segera mengulasnya.
Khusunya ditempat saya sedang kuliah, Banda Aceh juga tak terlepas dari perkembangan anak gaul. Warung kopi (warkop) menjamur dimana-mana (baca budaya warung kopi di Aceh), dengan tranformasi dari warkop tradisional ke warkop modern menjadikan warkop sebagai tempat angkringan yang paling digemari orang Aceh. Baik anak remaja, dewasa, tua, semua menggemari warung kopi. Jadi ada beberapa kalangan yang berburu tempat keren yang masuk kedalam anak gaul yaitu anak muda yang kebanyakan berstatus mahasiswa. Walaupun remaja (SMP dan SMA) mulai ikut-ikutan menjadi anak gaul tetapi khusus ditemapt-tempat seperti cafe, resto dan sebagainya masih dikuasai oleh mahasiswa.
Melihat kondisi ini aku tertarik merasakan bagaimana sih rasanya jadi anak gaul. Jadi selama ini aku gak gaul dong, alias cupu berarti. Gak juga, aku masih ditahap perkembangan pergaulan yang wajar kok. Gak terlalu memaksakan diri untuk berorientasi menjadi anak gaul karena memang kantongku gak memungkinkan untuk anak gaul yang katanya harus mengeluarkan banyak uang. Maklum saja, aku mahasiswa perantauan dengan uang belanja yang terbatas, hehe.
Hal ini berawal dari ajakan temanku yang kebetulan dia lagi dapat uang cuma-cuma dari kegiatan yang dibuat pemerintah. Katanya sih itu acara ngabis-ngabisin uang pemerintah (pemerintah kayaknya kebanyakan uang deh) tetapi bertajuk "Sarasehan" supaya terdengar lebih keren. Aku tidak terlalu peduli dengan acara yang diikutinya yang penting aku berfikir bahwa akan ditraktir. Yap, betul perkiraanku. Dia akan mentraktirku. "Gue berbagi rezeki deh am lo, gue bawa loh ketempat anak gaul deh", ucapnya.
Tapi yang membuat aku tidak nyaman adalah tantangan yang temanku berikan. Sebagai syarat agar ditraktir aku harus memakai sarung. Entah kenapa tantangan itu aku terima. Tetapi yang sudahlah, demi ditraktir aku mau aja deh. 
Jam 7 malam kami janji untuk jumpa di salah satu yang katanya angkringan anak gaul, tepatnya di depan Hermes Hotel, Lampineung. Aku kurang tau juga dengan tempat yang begituan. Aku telat sekitar 10 menit ke lokasi karena aku kesulitan naik motor dengan memakai sarung. Kukira dia akan marah karena dia tipe orang yang sangat disiplin waktu. Bayangin aja dia harus nungguin sendiri, apalagi dia cewek yang sering pakai kode-kodean. Mampus deh aku. Tetapi pas sampai disana aku tidak dimarahi karena dia ternyata bersama satu temannya lagi yang beberapa kali pernah dikenalin denganku. Tempat ini katanya juga saran dari temannya ini, kebetulan temannya itu termasuk golongan anak gaul. Ketika kami mau masuk kedalam, eh tiba-tiba temanku bilang ini tempat kurang gaul cari tempat gaul lagi deh. Apa, padahal tempat ini menurutku lumayan keren dan pasti nyaman disana. Tetapi katanya ini kueang gauk karena gak ramai orang. Ya udah deh, kami cari tempat lain yang lebih ramai pengunjungnya. Setelah 30 menit keliling-keliling dengan opsi yang diberikan temannya, akhirnya kami nemuin satu tempat yang lebih kayak cafe dan pengunjungi rame banget. 
Haaa, aku gak yakin ditempat yang beginian. Pengunjungnya rame banget, dominasi perempuan malah. Dengan memakai sarung bisa-bisa saya jadi perhatian penunjung. Tetapi temanku memaksa untuk rasain jadi anak gaulnya disini aja.
Akhirnya kami masuk, dan betul ternyata perkiraanku. Aku menjadi sasaran empuk dari setiap mata pengunjung yang ada. Bodoh amat dah, aku kesini juga gak nyuri. Sama seperti mereka yang sekedar nangkring disini. Kami memilih meja yang paling tengah supaya bisa memantau para pengunjung ditempat gaul ini.
Pelayannya langsung menjumpai kami dan memberikan buku menu masakan dan minuman. "Silahkan tulis dulu" lalu pelayannya pergi. 10 menit memandang daftar menunya kami juga belum memilih satu pun. Yang membuat berat menuliskannya adalah harga yang tertera. Super-duper mahal. Air mineral 600 gram dihargai Rp.6000. Waduh, air galon dikos-kosan aku mah harganya cuma Rp.3000 / 25 Liter. Sungguh buat geleng-geleng kepala. Akhirnya mau gak mau kami harus memesan menu yang ada. 
Disini kami mulai memerhatikan sekililing. kami duduk berhadapan. Aku duduk menghadap sebuah meja disudut ruangan yang anak muda 11 orang, dan semuanya cewek (pada mulus semua, hehe). Disamping kanan ada 3 orang cewek yang tidak memakai jilbab, hanya selendang yang dililitkan dilehernya, dugaanku pasti agamanya bukan muslim. Dan disebelah kiri ada 4 orang bapak-bapak yang sepertinya pejabat karena bahasan pembicaraan mereka sibuk membahas pemerintahan dan sebagainya.
Aku lebih tertarik memerhatikan cewek-cewek muda berjumlah 11 orang disudut ruangan. Teman-temanku sibuk menganalisa orang-orang dibelakangku yang begitu ramai. 3 jam'an kami membahas orang-orang yang berkunjung disini. Sesekali membuat peloncoan yang gak masuk akal.
Dari yang aku perhatikan dari cewek-cewek adalah mereka sibuk memandang hp/tablet masing-masing. Sesekali ngomong satu sama lain sambil melihatkan hp/tablet nya. Dan kadang tertawa bersama saat ada yang berusaha menarik perhatian kelompok mereka, aku gak tau apa yang mereka katakan, karena suaranya kurang lantang. Selfie 2, 3 kali terus update di sosial media. Dan meminta like diantara teman lainnya. Perilaku mereka sungguh buat geleng-geleng kepala. Saat mereka pulang, meje tempat mereka duduk penuh dengan makanan dan minuman, tetapi terlihat banyak sisa. Minumanya paling 3 atau 4 teguk saja yang habis. Belum lagi makanan yang mereka pesan, pengen rasanya aku habisin semua. Kelihatannya enak semua sih.
Pemandangan ini juga bukan hanya disekompok cewek-cewek itu saja, dimeja lain juga terjadi hal yang serupa. Apa ini kriteria untuk jadi anak gaul. Setelah bosan disini kami sepakat untuk pulang karena orang-orang yang ada disekiling kami sudah pada pulang dan silih berganti. Mungkin kami yang paling lama duduk disini. Sebelum diusir sama pelayannya mending kami ambil inisiatif sendiri deh, hehe. Yap, kali ini teman giliran teman saya yang berurusan dengan kasirnya. Crek crek, crek crek, slip pemesana dan harga keluar dan tertera jumlahnya Rp.102.000.
Haaa, yang betul aja, cuma pesan satu Indomie pakek udang 3 ekor, 1 canai, 1 cincau, 1 milkshake, 1 air mineral totalnya Rp. 102.000. Cepat kaya ni pemilik cafenya. Perkiraan aku sih total semuanya Rp.30.000-Rp.40.000 gitu. Gila amat ni yang nentuin harga. Kapok dah jadi anak muda gaul.
Dari sini aku tarik kesimpulan bahwa jadi anak gaul itu gak asik. Menghabiskan banyak uang. Pola komunikasi yang lebih berhubungan dengan sosial media, dekat secara fisik jauh secara sosial. Ja'im-ja'im an. Dan menjaga sikap agar terkesan sombong.
Dan aku putuskan untuk TIDAK JADI ANAK GAUL.

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

authorMunere veritus fierent cu sed, congue altera mea te, ex clita eripuit evertitur duo. Legendos honestatis ad mel. Legendos honestatis Munere veritus fierent cu sed, congue altera mea te, ex clita eripuit.
Learn More →


Flickr Images